Temanggung – Dari sekian banyak pasar di Indonesia, Pasar Papringan, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, termasuk pasar unik. Pasar ini mengusung konsep pasar zaman dahulu, seperti lokasi, mata uang, seragam penjual dengan kain lurik, bahkan tempat barang belanjaan.
Belanja di Pasar Papringan, pengunjung diajak kembali ke masa lampau masyarakat Jawa. Seperti memasuki mesin waktu.
Seperti konsep gelaran pasar tempo dulu, pasar dibuka berdasarkan hari baik dalam penanggalan Jawa. Dalam hal ini, hitungan hari baik itu jatuh pada Minggu Wage dan Minggu Pon.
Sedangkan jam operasional Pasar Papringan Temanggung mulai dari pukul 6 pagi hingga 12 siang. Pasar Papringan digelar dua kali dalam 35 hari (selapan pada kalender Jawa, lebih beberapa hari dari 1 bulan kalender Masehi).
Sesuai konsep pasar Jawa, alat pembayarannya pun menggunakan mata uang tempo dulu, pring. Semacam koin bambu. Pengunjung merasakan sensasi transaksi mata uang di pasar Jawa dahulu kala. Mata uang ini terbuat khusus dari kayu bercap Pasar Papringan di satu sisi, dan sisi lainnya bertuliskan nilai mata uang. Satu pring bila dirupiahkan sama dengan Rp2.000.
Penggiat Pasar Papringan adalah Komunitas Mata Air yang digawangi para pemuda di desa tersebut. Pasar Papringan berdiri di atas lahan bambu seluas 2.500 meter persegi.
Di samping sebagai upaya konservasi alam, keberadaan pasari juga difungsikan untuk mengangkat segala kearifan lokal masyarakat sekaligus merangsang pertumbuhan ekonimi warga setempat. (Fchan-1)